Banyak manusia yang ingin dirinya selalu merasakan kesuksesan, tapi
kenyataannya mereka hanya berbicara tanpa melakukannya. Aku putri. Hidup
yang selalu bergantungan dengan mimpi. Selalu berkhayal untuk memiliki
kehidupan sesuai keinginan. Tapi kenyataannya Tuhan berbeda pendapat
dengan apa yang aku impikan.
11 Januari 2005, mata kananku diangkat oleh dokter karena tertusuk
oleh gunting. Kelihatan memang seperti bunuh diri. Sangat tidak logis
dan tidak dapat diterima dengan akal sehat. Inilah kejadianku, aku
memiliki adik berusia 1 tahun. Tidak tahu menahu tentang barang tajam
atau tumpul. Ia sedang memainkan gunting tersebut, bodohnya aku, aku
justru menggendongnya tanpa mengambil gunting tersebut.
Dengan perasaan geram seorang balita, tanpa sengaja ia menusuk gunting
itu tepat di mataku. Darah mulai menetes, spontan ibu menjerit dan
singkat waktu ia membawaku ke rumah sakit. Kata dokter “bila tidak
dioperasi, mata kanan akan membusuk dan menular ke mata kirinya”. Dengan
berat hati, aku harus mengikhlaskan mata kananku. Alhasil, wajahku
tampak seram dan tak seindah sebelumnya.
Cita-citaku yang semula sangat menginginkan untuk menjadi seorang
POLWAN (polisi wanita) akhirnya aku batalkan. Keadaan pun kian memburuk,
ketika mengetahui semua tidak lagi baik. Hidup dengan mata satu sudah
mulai aku jalani. Meski terkadang harus menahan malu dari reaksi buruk
pandangan mereka. Mimpi itu sudah lama mati. Aku tidak tahu tujuan dari
hidup ini apa, dan untuk apa. Semua hilang begitu saja, tanpa punya
tujuan sedikit pun. Nilai menjadi anjlok drastis. Dimarahi ibu, dimaki
ayah itu sudah menjadi makanan sehari hariku. Mereka tidak mengerti apa
yang aku rasakan. Hingga suatu ketika, 23 Febuari 2006 aku pergi dari
rumah. Berjalan tidak menentu arah, dan berhenti di salah satu jembatan.
Memikirkan nasib keputusasaan. Dan inilah akhirnya, satu melangkah
menaiki besi jembatan, dan langkah kedua… “srreeet..” seorang dari
belakang berusaha menggagalkan bunuh diri yang kulakukan.
“lepaskan!! Lepaskan!!!” aku berteriak sekencang mungkin dan berusaha
menendangnya dari arah berlakang. “kamu gila ya”, dia mendekapku.
Menatap mataku. Tanpa sadar, air mataku jatuh di tangannya. Yah.. hanya
satu air mata di mata kiri. “apa yang kamu lakukan tadi” tanyanya.
“untuk apa aku hidup lagi. Aku tidak bisa hidup dengan mata satu. Siapa
yang akan mempekerjakan aku nanti. Bahkan untuk menjadi seorang polwan
saja sudah tidak bisa!” Dia melepaskan tangannya dari kedua lenganku.
Lalu pergi ke motornya dan mengambil sesuatu dari jok motornya. “nah…
tenanglah sebentar” dia memberikanku air mineral. Aku menerima dan
meminum seteguk. Duduk seketika. Kami sama-sama diam dengan waktu yang
cukup lama.
“mari aku antar pulang” ajaknya.
Aku pun mengangguk.
Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Sampai di depan rumah,
orang-orang sudah berkumpul. Sangat tidak wajar, malam masih banyak
orang yang belum tidur. “put, kemana aja kamu? Ayahmu meninggal!” kata
salah satu tetanggaku. Aku berlari masuk rumah. Ibu terduduk lemas di
samping ayah. Matanya sudah berlumuran air mata. Ayah meninggal secara
tiba-tiba. Itu pasti karena penyakit jantung ayah. “mengapa aku tidak
mati saja tadi. Biarkan saja aku mati agar aku bisa bersama ayah!”
ucapku. Ibu langsung menatap mataku tajam. Spontan berdiri, dan seketika
menampar wajahku keras di depan orang banyak. “kamu pikir dengan bunuh
diri kamu bisa bertemu dengan ayah! Salah besar kamu bodoh! Anak kurang
ajar! Tidak tahu berterimakasih langsung kabur dari rumah! Pergi kamu
sana!” ia membentakku, emosinya tak terkontrol.
“ibu…” aku langsung berlutut dan meminta maaf, tamparan itu… tamparan
itu menjadi sebuah nasihat untukku. Yang kulakukan semua adalah salah.
Bahkan dosa besar. Ibu tak kuasa menahan tangis, ia pun memelukku.
Keesokan harinya…
Ayah sudah dimakamkan tadi setelah sholat dzuhur. Duka itu masih
membekas. Aku berharap semua akan baik baik saja setelah ini. Beberapa
bulan kemudian… aku harus bisa bangkit. Sekarang ibu yang bekerja keras
untuk menafkahiku dan adik kecilku. Di teras rumah, ibu datang dan duduk
di sampingku.
“put.. apa kamu mau menuruti keinginan ibu, nak” seketika ibu angkat bicara
Aku langsung membalikan tubuhku ke depan menghadap ibu “apa itu bu?” tanyaku dengan penasaran.
“jangan mudah menyerah ya, nak. Lakukanlah yang terbaik untuk ibu!” air matanya jatuh. “bu, ibu kok nangis?”
“ibu takut, kamu melakukan hal yang sama jika kamu frustasi seperti dulu, nak”
Aku diam. Mencoba mengingat hal bodoh yang pernah aku lakukan. “ibu
tenang ya. Putri janji kok, putri gak kan ngelakuin yang dulu dulu lagi,
bu.” Aku tersenyum. Ibu mengelus pipiku. Sekarang saatnya aku membuat
mimpi-mimpi baru. Jika aku gagal, aku harus berusaha kembali.
18 Juni 2008, aku lulus SMA. Aku mendapatkan ranking 1 di kelas dan
juara umum di sekolah. Aku pun pulang dengan semangat. Usahaku kali ini
berhasil. Mimpi pertama “mendapat ranking”, mimpi ke 2 “tampil sebagai
siswa berprestasi” dihari ini aku berhasil mewujudkan 2 mimpi sekaligus.
“bu… assalamualaikum” ketika membuka pintu, darah sudah berserakkan.
Jantungku mulai berdetak lebih kencang. Aku langsung mengikuti jejak
seretan darah itu. Dan darah itu … darah itu milik ibu yang sedang
memeluk adikku.
“aaaaaaaaa” aku menjerit sekuat batin ku. “bu… bangun bu… ibuuuu… dek,
dek… bangun dek. Kakak pulang. Kakak bawa mainan loh, dek…” tangisku
pecah, tangan pun mulai gemetar ketika mengusap darah di tubuh ibu dan
adik. Tak berapa lama salah satu tetanggaku datang “put..
astaghfirullah.. ada apa ini” aku tidak menjawab. “sebentar… bunde
telepon suami bunde ya put ya” aku mengangguk. Kebetulan suami bunde
seorang polisi.
Polisi pun segera menangani kasus kematian tragis ini. Rasanya
pikiran bunuh diri itu kembali datang lagi. Tapi aku berusaha untuk
melupakan kejadian itu. Ayah meninggal dengan mendadak, ibu mati
dibunuh, begitupun dengan adik. Lalu aku tinggal dengan siapa?
“put… tinggal sama uwak ya nak ya” uwak (kakak ibu) mengejutkanku. Aku
pun mengangguk.. lega rasanya, ternyata masih ada orang yang peduli
denganku.
Tak berapa lama, ia membawaku ke tanggerang, tempat tinggal aslinya.
Aku pun tetap meneruskan mimpi-mimpiku kembali. Target kali ini lulus di
universitas tenama dan mendapatkan beasiswa.
14 September 2009. Aku diterima di salah satu Universitas ternama UI
(Universitas Indonesia), dengan jurusan Teknik informatika. Memang
mendapatkan yang terbaik adalah hal sangat sulit. Tapi aku tidak
menyerah. Aku selalu bangkit ketika teringat dengan pesan ibu “jangan
menyerah!” butuh waktu yang lama memang. Tapi pada akhirnya aku berhasil
menyelesaikan S1 di Universitas ini. Setelah acara wisuda selesai,
dosen pembimbingku tiba tiba memanggilku
“ini put” ia memberikan seberkas map
“apa ini ya pak?” tanyaku dengan senyuman. Aku pun membukanya dengan
hati-hati dan mulai membaca isi kertas tersebut. Tertulis “atas nama
Putri Brawijaya mendapatkan beasiswa di Australia dengan jurusan TEKNIK
INFORMATIKA”. Masih mengambang rasanya. Antara percaya atau tidak. Ini
memang masih sebuah mimpi. Usahaku kali ini juga berhasil. Aku
melompat-lompat kegirangan dan memeluk uwakku.
“terimakasih pak” kataku sembari bersalaman.
Aku pun pulang ke rumah untuk mempersiapkan diri, yah walaupun
perginya sekitar 11 bulan yang akan datang. Aku pulang bersama uwak
mengendarai motor. Sampai selintasan tekongan, tak terduga aku oleng dan
terjadi tabrakan, kakiku terjepit di mobil, sedangkan uwak terhempas.
Ketika itu polisi sedang berlalu lalang, kami langsung dibawa ke rumah
sakit. Dari kejadian ini, hanya aku yang mengalami luka terberat. Kata
dokter kaki kiriku tidak bisa berfungsi lagi dan harus diamputasi. Tidak
habis-habisnya cobaan itu datang untukku. Setelah selesai operasi, aku
kembali mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Tidak bisa berbuat apa-apa
lagi sekarang. Siapa yang akan mempekerjakan aku nanti? Aku sudah
cacat. Untuk apa aku memiliki titel sarjana tapi kondisiku mengenaskan
seperti ini. Mata buta! Kaki amputansi! Jelas sekali hidup ini sudah
tidak berarti apa-apa!
Malam hari…
Ketika semua terlelap tidur. Aku berusaha bangkit, melepaskan infus dan
melakukan bunuh diri kembali. Kali ini pasti berhasil. “mau bunuh diri
lagi?” seorang bersuara laki laki berusaha menghentikanku. Aku tidak
pedulikan dia. “dan selepas itu akan menjadi Sia sia perjuanganmu selama
ini!” laki laki tersebut kembali berbicara lagi. “apa hakmu! Untuk apa
aku hidup. Negaraku tidak pernah menampung untuk orang-orang cacat
seperti aku! Ahh udalah semua sudah tidak berarti lagi!” bantah ku
“lalu? Apakah kamu menyerah? Mengapa kamu tidak membuat club untuk
orang-orang cacat. Kamu bisa membangun semangat mereka juga kan? Tidak
selamanya orang cacat hidupnya tidak berarti. yang membuat hidup itu
menyenangkan adalah diri sendiri!” katanya membakar semangatku.
Aku diam. Perkataannya memang benar. Aku ingat pesan ibu “jangan
menyerah!”. Aku pun berbalik badan untuk melihat siapa yang sudah
mengingatkanku kembali.
“kauuu??” aku melotot, terkejut, dan tidak disangka. Dia… dia laki-laki yang mencegahku untuk bunuh diri pada 5 tahun yang lalu.
“kenapa kau bisa ada disini?” tanyaku semerawut
“aku memang kuliah disini dan akhirnya lulus disini. Aku baru sadar
ketika wisuda kemarin, ternyata kamu juga ada disini. Lalu aku
membututimu.”
“apakah kau juga tahu aku mendapatkan beasiswa?”
“yah.. aku melihatmu melompat-lompat, itu pertanda kamu pasti mendapat sesuatu yang baik. Benar kan?”
“jadi, menurutmu. Aku tetap melanjutkan S2 ku disana?”
“yah.. tidak perlu malu kan?” pria itu mengambil kursi roda. Ia membawaku ke kamar tempat aku dirawat.
Beberapa bulan kemudian.. aku bangkit kembali. Aku akhirnya membuka
club khusus orang memliki “ketidaksempurnaan”, club ini membina untuk
mengasah bakat, kecerdasaan dan keterampilan.
Dan pada 18 Maret 2015 aku berangkat ke australia. Club itu akan
dipegang oleh pria tersebut. Dan ternyata aku mendapatkan sebuah
perlajaran yang sangat berarti, bahwa setiap kehidupan sudah diatur Yang
Maha Kuasa dan mimpi itu pun harus ada dan berani mewujudkannya. Tuhan
Maha Adil, walaupun sebenarnya kita tidak bisa merasakan jelas keadilan
itu. Sebab karena kita sibuk memikirkan kelemahan yang menganggap
semuanya tidak adil!
Ingat “Jangan Menyerah! Tidak ada alasan untuk Tidak bisa!”
selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar